Sejatinya hidup adalah belajar, belajar menjadi insan dan seorang hamba yang terbaik untuk Tuannya, Allah ‘Azza wa Jalla. Belajar dalam setiap jengkal takdir yang menyapa, belajar tentang keikhlasan saat takdir tak sesuai dengan yang kita harapkan, belajar tentang ketegaran, saat takdir mengharuskan kita untuk tegar dalam setiap problem yang harus kita hadapi dan selesaikan dengan sebaik mungkin, belajar untuk tetap tegar dan teguh pendirian saat kita tersakiti, saat kita lemah, belajar untuk menjadi pribadi yang tawadhu’ sebagaimana yang diajarkan Baginda Nabi Muhammad SAW dan belajar hal lainnya lain yang tak bisa saya sebutkan satu per satu, belajar tentang karakter hidup yang telah diajarkan Baginda Nabi Muhammad SAW agar menjadi manusia yang berakhlaqul karimah
Ya, seperti halnya yang sudah sedikit saya singgung diatas, bahwa sejatinya kita hidup harus belajar, belajar tentang kehidupan bukan hanya pengetahuan, jika kita belajar tentang ilmu pengetahuan, sudah jelas kita akan berguru kepada Bapak/Ibu Guru di sekolah, tapi jika belajar tentang kehidupan tiada guru resmi dalam pembelajaran hidup kita, namun guru terbaik kita adalah dari perjalanan hidup kita sendiri dan orang-orang terdekat yang terlibat dalam perjalanan hidup kita. Keluarga, guru-guru kita di sekolah, kampus, pesantren, teman dan sahabat karib kita, rekan kerja kita, tetangga kita dan lingkungan dari setiap jejak interaksi kita dengan mereka, semua adalah guru terbaik dalam menjalani setiap proses kehidupan kita.
Mungkin hal itu juga yang sedang saya alami, saat Allah meletakkan saya di sebuah lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak yang berbasis tahfidz di salah satu yayasan pendidikan di kota Surabaya selama kurang lebih 4 tahun, bukanlah hampa makna, melainkan kaya akan makna, dan saya yakin dibalik semua itu ada hikmah terindah suatu saat nanti, yang mungkin saat ini saya harus belajar dulu untuk mengabdi disini, mengabdi sebagai pelayan umat, sebagai seorang pendidik yang tentu bukanlah sebuah pekerjaan mudah bagi saya, karena untuk mendidik diri sendiri menjadi lebih baik saja masih sangat susah apalagi harus mendidik anak-anak yang akan mereka rekam dan ingat selalu setiap nasihat, tindakan dan apa yang saya ajarkan kepada mereka
Dari awal saya terjun sebagai guru Taman Kanak-Kanak merupakan hal yang sangat sulit yang harus saya pelajari dan saya biasakan, karena itu sangatlah berlainan dengan karakter asli saya. Seorang wanita yang sama sekali tidak pernah mencicipi pendidikan TK, tidak suka hiruk pikuk keramaian apalagi nyanyian yang bukan pada karakter khas saya, dan harus mulai saya biasakan untuk belajar dari itu semua, apalagi saat pertama kali saya di TK, saya dihadapkan dengan berbagai karakter anak hebat yang luar biasa, ada anak yang sangat krititis terhadap sesuatu, ada anak yang super akif, saat dikasih tahu masuk telinga kanan beberapa detik kemudian keluar lagi dari telinga kiri, ada juga anak yang cerdas dan sangat peka terhadap sekitar dan berbagai karakter lainnya yang sangat unik dan lucu. Dan disitulah justru yang menjadi pemanis dan penyedap bumbu kehidupan saya, dengan bismillah saya berusaha untuk belajar menjadi guru TK yang baik untuk anak-anak. Dengan bismillah saya memutuskan untuk menjadi guru yang hebat, yang kehadirannya senantiasa dinanti dan dirindui oleh anak-anak.
Saat mulai lelah dan hati terasa begitu berat, saya teringat dhawuh kiyai saya sewaktu masih ngaji diniyyah dulu, “Ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu yang diajarkan, meski hanya satu huruf, dan dipraktekkan, kemudian mereka mengajarkan lagi kepada orang lain, In syaallah pahalanya akan terus mengalir meski sudah di alam kubur.” Untaian nasihat yang menguatkan, saat hati mulai rapuh dan lemah. Allah menempatkan saya di TK karena Allah ingin saya belajar banyak hal, belajar untuk memperbaiki diri menjadi hamba-Nya yang lebih taat dan kuat, belajar lebih tangguh dan belajar menjadi pribadi yang lebih sabar dan tegar, karena sebagai guru TK bukanlah semudah mengajarkan tepuk dan lagu semata, melainkan belajar satu per satu karakter anak-anak, belajar menjadi sahabat dan ibu untuk anak-anak, dan belajar menjadi murobbi yang baik untuk anak-anak, dan semua itu tak akan bisa dilakukan jika tanpa daya dan kekuatan dari Allah SWT.
Dan saat ini saya kembali dipertemukan dengan anak-anak yang luar biasa, yang harus saya handle di kelas, bertemu dengan anak hiperaktif sekaligus speech delay atau keterlambatan berbicara. Namanya Fulan (Nama Samaran), dia adalah anak istimewa yang Allah hadirkan dalam hidup saya agar saya belajar menjadi guru yang tangguh dan tidak mudah menyerah, belajar menjadi guru yang sabar dan peka terhadap anak-anak.
Fulan adalah anak yang cerdas, aktif, kreatif, peduli dengan teman dan ceria. Hanya saja, ia belum bisa mengerti dan memahami bagaimana cara mengendalikan diri dan melakukan itu semua. Ia memerlukan dampingan khusus dan dukungan penuh dalam setiap aktifitas yang ia lakukan.
Saat pertama kali masuk TK, fulan berusia 5 tahun, rentang usia yang cukup untuk anak-anak masuk TK kecil ( TK A) sebagaimana teman sebayanya di kelas. Namun ia belum tahu bagaimana cara mengungkapkan apa yang ia mau sementara dia adalah anak yang sangat aktif. Ia senang bermain dengan teman sebayanya sebagaimana umumnya anak-anak, namun saat ia menginginkan sesuatu, ia tak tahu bagaimana cara menjelaskan ke temannya dengan cara yang baik, sehingga ia menggunakan caranya sendiri dengan memukul teman disampingnya. Pukulan tangan yang ia berikan ke teman-temannya bukanlah pukulan tanda tak suka atau benci kepada teman sebayanya, melainkan pukulan tanda ia menginginkan sesuatu kepada temannya dan terkadang pukulan itu ia berikan sebagai tanda cinta dan empatinya kepada teman-temannya
Saat pertama kali Allah mempertemukan saya dengan dia, sedikit shok menyelinap dalam hati saya, apalagi dia juga masih belum bisa mencerna instruksi lebih dari 2 kata, hanya bisa mencerna 1 atau 2 kata. Dan jika ada kosa kata baru menurut dia yang belum bisa dicerna, maka dia harus ditunjukkan dan dipraktekkan secara riil kepadanya agar dia paham apa maksud dari kata tersebut.
Pernah suatu ketika, saat pertama kali masuk, dia ingin buang air kecil dengan berdiri, setelah saya tanya kenapa tidak jongkok, ternyata dia masih mencerna dengan kata “jongkok”, dia belum paham apa itu jongkok, dan disitu juga langsung saya tunjukkan apa itu jongkok di kamar mandi sebagai contohnya agar dia paham apa itu jongkok.
Dua bulan pertama saya interaksi dengan anak-anak adalah hari-hari paling berat yang harus saya lalui, hari-hari yang terkadang hampir membuat saya untuk memilih berhenti menjadi guru TK. Fulan makin hari makin tidak bisa dikontrol, saat pembelajaran baru dimulai, fulan selalu memukul temannya yang baru masuk kelas. Terkadang ia dorong sampai temannya jaruh dan mengenai tembok kelas hingga tak jarang ada yang sampai berdarah. Semua teman-temannya dikelas, dibuat takut oleh sambutan hangat dari fulan.
Ya, dia adalah anak spesial dalam kelasku, dialah guru kesabaran dan ketegaranku. Dan alhamdulillah, darinya aku belajar banyak hal, belajar menjadi sosok guru yang baik untuk mereka, belajar menata setiap kata demi kata agar mudah dicerna untuk anak-anakku terkhusus untuknya.
Terima kasih anak-anakku, kalian merupakan guru kehidupanku agar aku bisa berbenah menjadi insan lebih baik, belajar tentang luasnya kesabaran, belajar tentang ketangguhan, belajar tentang kejujuran dan keikhlasan, dan kalianlah guru terbaik yang ALLAH hadirkan untuk mewarnai kehidupanku.
“Nikmati dan syukuri apapun profesi kita, karena saat Allah menempatkan kita pada profesi tersebut, sejatinya ada ilmu yang harus kita kaji disana, karena setiap profesi tersirat makna kehidupan dalam setiap pembelajaran kehidupan."
Semoga bermanfaat
Comments
Post a Comment