Hijrah, kata yang tak asing lagi dalam hiruk pikuk telinga kita. Kata itu begitu familiar dalam pendengaran kita, di dunia maya, di kantor, di sekolah dan dimanapun kita berada pasti familiar dengan kata itu. Hijrah identik dengan perubahan yang ada dalam diri kita. Entah itu berpindah tempat, berpindah penampilan hingga berpindah perasaan. Namun bukan itu yang saya alami. Hijrah bukan hanya berpindah tempat yang tadinya berada di desa dan pindah menuju kota, bukan hanya berpindah penampilan yang tadinya belum menutup aurat hingga menjadi Muslimah yang menutup aurat dengan anggun. Hijrah bukan hanya berpindah perasaan yang tadinya suka sama doi ketika patah hati pindah lagi ke hati yang lain. Tapi Hijrah adalah perpindahan pola pikir dan sikap kita. Itulah Hijrah sesungguhnya yang saya rasakan.
Bagi wanita yang haus akan ilmu, menuntut ilmu adalah suatu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, jika tidak, maka dalam nurani tersebut akan ada yang hilang. Ya, itulah yang saya alami, dengan modal TEKAD, saya mulai merangkak untuk menggapai mimpi itu meski dengan berbagai rintangan dan cobaan yang kerap kali mengoyak sanubari. Dengan bismillah saya memutuskan untuk berhijrah dari kampung menuju kota pahlawan, kota yang terkenal akan pendidikan dan kota metropolitan. Tak mudah memang untuk menempuhnya, dari awal dengan mimpi yang begitu besar untuk meraih pendidikan yang lebih baik dari desa, meraih karir dan berkarya dengan sebaik-baiknya hingga saya menemukan sebuah Kampus yang benar-benar mengubah hidup saya, bukan hanya pola pikir melainkan penampilan saya berubah 360 derajat. Yakni Kampus Entrepreneur Penghafal Qur’an (KEPQ) yang terletak dipojok selatan kota Surabaya.
Dan di kota inilah Allah SWT meletakkan saya dalam lembaga dakwah dan diberi beberapa amanah yang luar biasa untuk mendidik putra-putri bangsa. Bagi saya, menjadi seorang guru TK bukanlah hal yang mudah apalagi dengan karakter saya yang pendiam dan pemalu. Rasanya tak ada pantas-pantasnya bagi saya untuk mengajar TK, apalagi dengan basic saya yang dari awal tidak pernah sama sekali mencicipi bagaimana rasanya sebuah Pendidikan Anak Usia Dini, karena dulu ketika saya masih kecil saya langsung terjun di pendidikan madrasah Ibtidaiyyah yang setara dengan Pendidikan Sekolah Dasar. Dengan bismillah saya mulai menajalani hari-hari saya dengan anak-anak, mulai belajar bagaimana bersosialisasi dengan mereka, mulai mempraktekkan beberapa ilmu yang diajarkan ustadzah sewaktu dalam pendidikan perkuliahan, mulai belajar membawa dunia mereka kedalam dunia saya. Awalnya berat, namun jika sudah dijalani dan dinikmati, semua terasa nikmat dan indah, semua menjadi manis, bahkan lebih manis dari madu dan lebih harum dari aroma bunga melati dan mawar, lebih indah dari warna pelangi dan senja di sore hari. Dan disitulah saya mulai belajar yang dinamakan Hijrah dalam hidup saya.
Perjalanan yang saya alami tidaklah semudah membalikkan telapak tangan ataupun mengedipkan mata. Setelah satu tahun saya menjalani hari-hari bersama anak-anak dengan kedamaian, tiba-tiba risau pun mulai berselimut dibalik dinding-dinding nurani saya. Ketika tahun ajaran baru dalam dunia pendidikan, risau itu kembali menatap bilik sanubari. Memilih untuk daftar kampus yang baik dan bisa disambi dengan mengajar TK. Ditengah perjalanan itu, ada masalah dengan keluarga saya dikampung yang mana memerlukan dana yang besar, dan hutang keluarga yang menumpuk ditambah hutang-hutang paman yang jumlahnya tidak sedikit. kerisauan itu mulai menghantui mimpi indahku, antara mengejar cita-cita dengan pendidikan ataukah membantu keluarga karena biaya untuk kuliah juga tidak sedikit, apaplagi dengan kondisi keluarga yang lagi drop dalam masalah ekonomi. Saya berusaha untuk tetap bertahan dan berdiri tegak meski dalam hati yang terdalam sudah begitu rapuh dan hampirr tumbang karena begitu dahsyat angin yang kerap kali menerpa.
Hampir kaki saya melangkah untuk memutuskan tetap daftar kuliah, Allah kembali menguji keteguhan hati saya. Satu bulan sebelum pendaftaran kuliah ditutup, badan saya mulai rapuh dan lemah, tulang punggung saya mulai ada tekanan dan beban yang begitu dasyat seperti ditarik dari atas ke bawah hingga menjalar ke bagian perut bawah kanan dan kiri, dan perut bagian atas (ulu hati) saya terasa begitu panas, hingga saya harus bolak-balik periksa di Rumah Sakit terdekat untuk memerika dan mencari solusi dalam masalah tubuh saya meski harus obat jalan, dalam kondisi tersebut, saya masih berusaha untuk tetap mengajar selagi saya benar-benar tidak tumbang. Selama seminggu saya bolak balik untuk cek darah, rountgent hingga USG dan hasilnya saya positif Appendix (radang Usus Buntu) dan harus di operasi. Dan bersyukurnya, dengan kondisi ekonomi yang lemah, Allah memudahkan jalan saya untuk berobat dengan dana dari yayasan, semua biaya pemeriksaan saya selama seminggu bolak balik di Rumah Sakit swasta dibiayai yayasan. Dan ketika saya divonis operasi, saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman dan kembali setelah kondisi dalam tubuh saya benar-benar stabil.
Dua bulan berlalu, saya memutuskan untuk kembali ke Surabaya, kembali dengan jalan dakwah dan mengejar cita-cita meski sebenarnya hati saya benar-benar hancur dan koyak, hati saya sudah rapuh dan tumbang meski dalam raut wajah saya terlihat ceria dan sedikit pucat karena kondisi pasca operasi belum sepenuhnya pulih, dan ketika kembali menuju tempat hijrah setelah lama tak beraktivitas ada rasa down, minder, dan rapuh dalam diri saya. Hampir saya memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halaman, karena saya merasa impian saya benar-benar hancur dan tak bisa lagi untuk diraih. Dari awal saya bertekad merantau ke kota ini hanya ingin menempuh pendidikan Sarjana dan bisa melanjutkan hafalan saya, ketika saya kembali ternyata pendaftaran mahasiswa baru sudah ditutup, hanya ada 1 kampus harapan saya untuk masih bisa melanjutkan pendidikan sarjana, meski kampus itu serba terbatas fasilitasnya. Namun, Alhamdulillah, saya sangat bersyukur Allah SWT kembali menguatkan hati saya untuk tetap bertahan meski kadang jahitan masih terasa sakit dengan aktifitas mengajar TK, Setoran hafalan dan kuliah. Dan itulah yang dinamakan Hijrah. Hijrah dari pola pikir yang kanak-kanak menjadi lebih dewasa, berhijrah untuk menjadi lebih baik. Hijrah untuk belajar menjadi Muslimah yang kuat, tangguh dan taat meski badai dan angin topan menerpa.
Comments
Post a Comment